oleh; H. Hannan Putra, Lc
Berkembang
pemahaman di masyarakat, orang yang tengah haid dilarang memotong kuku
dan rambut. Alasannya, dalam kondisi itu orang tersebut tidak dalam
keadaan suci. Jadi rambut dan kuku yang terpisah dari tubuhnya tentu
juga tidak suci. Jika rambut dan kuku ini dibuang, ia akan bermasalah di
hari Kiamat nanti.
Analoginya,
di hari berbangkit setiap orang akan dikembalikan lagi seluruh anggota
tubuhnya secara sempurna sebagaimana di dunia. Jika ada anggota tubuh
yang dibuang seperti rambut dan kuku dalam keadaan tidak suci, tentu ia
akan kembali dalam keadaan tidak suci pula. Ini akan menjadi aib bagi
dirinya karena beberapa anggota tubuh seperti rambut dan kuku yang najis
atau tidak suci. Benarkah demikian?
Permasalahan
ini kerap ditanyakan kepada para ulama. Larangan memotong kuku dan
rambut kerap disamakan dengan orang yang berqurban. Sebagaimana hadis
Nabi SAW, orang yang berqurban dilarang untuk memotong rambut dan kuku
terhitung saat memasuki tanggal 1 Zulhijjah. (HR Muslim).
Namun
persoalan wanita yang sedang haid, nifas, atau junub, tidak ditemui
satupun pendapat ulama yang mengakomodir larangan untuk memotong kuku
atau rambut. Dalilnya, karena memang tidak ditemui dalil yang
melarangnya.
Ibnu
Taimiyah dalam kitab fenomenalnya Majmu’ Al-Fatawa, (21/120-121) pernah
mengupas persoalan ini. Fatwa Ibnu Taimiyah berasal dari pertanyaan
orang kepadanya pasal boleh-tidaknya memotong rambut atau kuku saat
junub atau haid. Ibnu Taimiyah membantah jika memotong rambut atau kuku
saat haid punya kaitan dengan hari berbangkit sebagaimana diisukan.
Menurut
Ibnu Taimiyah, seorang mukmin tak boleh disebut najis. Ini berdalil
dengan hadis Nabi SAW, "Sesungguhnya orang Islam itu tidak najis." (HR
Bukhari Muslim). Bahkan jika seorang mukmin yang sudah meninggal,
jenazahnya tidak disebut najis (HR Hakim). Sebutan Najis hanya bagi
orang kafir saja. Firman Allah SWT, "Hanyalah orang-orang musyrik itu
najis." (QS at-Taubah [10]: 28). Adapun orang haid dan nifas hanya
darahnya saja yang najis, bukan orangnya. Demikian pula bagi orang yang
junub.
Dalam
hadis Nabi SAW dan atsar para sahabat ditemui anjuran bagi wanita haid
dan nifas untuk memelihara kebersihan. Misalkan, orang yang haid
dianjurkan untuk mandi dan menyisir rambutnya. Padahal bagi sebahagian
wanita yang mengalami kerontokan, menyisir rambut dapat mencabut
sebahagian rambut.
Hal
ini terjadi kepada istri Nabi SAW, Aisyah RA. Ketika Aisyah RA
menunaikan haji Wada' bersama Nabi SAW, ia mendapati dirinya haid. Nabi
SAW memintanya untuk mandi dan bersisir. "Uraikan rambutmu dan
bersisirlah. Serta berihlal (talbiyah) dengan haji dan tinggalkan
umroh," sabda Beliau SAW. (HR Bukhari Muslim).
Ahli
fiqh Mazhab Syafi'iyah secara tegas memperbolehkan kaum wanita yang
haid atau nifas memotong kuku, mencukur bulu ketiak/ kemaluan, dan
seterusnya. Tak ada keterangan jika melakukan hal-hal tersebut akan
berdampak buruk di hari berbangkit nanti. Demikian diterangkan dalam
kitab Tuhfatul Muhtaj (4/56).
Mufti
Arab Saudi, Syekh Ibnu Utsaimin dalam kumpulan fatawa Az-Ziinah Wal
Mar’ah karangannya juga disinggung persoalan ini. Syekh Utsaimin
membantah jika orang yang tengah haid, nifas, atau junub dilarang untuk
memotong kuku dan rambut. Malahan orang yang haid dan nifas sebenarnya
dianjurkan memelihara kebersihan tubuhnya seperti memotong kuku dan
bercukur.
Al-Utsaimin
menambahkan, jika wanita yang haid atau nifas mengalami mimpi basah, ia
dianjurkan untuk mandi janabat sebagaimana waktu ia suci. Demikian juga
jika ia bercumbu dengan suaminya tanpa jima' yang sampai keluar mani.
Maka wanita ini tetap melakukan mandi janabah walau ia dalam keadaan
haid dan nifas.
Muhammad
bin Yusuf Al-Ibadhi dalam kitabnya Syarkh An-Nail Wa Syifai Alil
(1/347) menyebut pemahaman yang melarang wanita haid dan nifas memotong
kuku/ rambut tersebut sebagai perkara bid'ah. Yang demikian jika ia
meyakini akan berpengaruh pada hari berbangkit. Umat Islam dilarang
untuk mengharamkan perkara yang dibolehkan. Sebagaimana dilarang untuk
membolehkan perkara yang dihalalkan.
Hadis
Rasulullah SAW menegaskan, "Sesungguhnya yang paling besar dosa dan
kejahatannya dari kaum muslimin adalah orang yang bertanya tentang hal
yang tidak diharamkan, lantas hal tersebut menjadi diharamkan karena
pertanyaannya tadi." (HR Bukhari). Dalam persoalan memotong rambut atau
kuku bagi wanita haid dan nifas hukumnya boleh. Tidak boleh disebut
makruh, apalagi haram tanpa ada dalil yang menerangkan. Wallahu'alam.
Blogger Comment
Facebook Comment