photo banner-rumah-pustaka-blog_zpse71xpgpt.gif

Bolehkah Mewarnai Rambut dengan Warna Hitam?

Oleh: H. Hannan Putra, Lc


Merias rambut hingga mewarnainya agaknya sudah menjadi qodrat kaum perempuan yang gemar mempercantik diri. Berbagai produk kecantikan hingga semir rambut menawarkan berbagai model dan tren agar mahkota perempuan tersebut tampak mempesona. Namun, bagaimanakah tuntunan syariat dalam hal mewarnai rambut? Benarkah haram mewarnai rambut dengan warna hitam?

Dalam hadis Nabi SAW disebutkan, "Ubah warna uban kalian dan jauhi warna hitam." (HR Muslim). Hadis ini menjadi dalil pembolehan untuk mewarnai rambut. Hadis ini juga sebagai anjuran Rasulullah SAW agar umatnya berbeda dari Yahudi dan Nasrani yang dikenal tidak mewarnai rambut mereka. "Ubahlah (warna) uban dan jangan serupa dengan Yahudi." (HR Nasai dan Tirmizi).

Soal warna rambut, para ulama bersepakat membolehkan seluruh warna, kecuali warna hitam. Adapun warna hitam, terdapat perbedaan pendapat para ulama berdasarkan tujuan dari mewarnai rambut tersebut.

Ulama bersepakat, jika bertujuan untuk penipuan, mayoritas ulama mengharamkannya. Orang yang sejatinya sudah tua bisa menipu agar tampak muda kembali karena rambutnya tak beruban. Jika tujuan seperti ini, tentu tidak diperbolehkan. Demikian dalam Al-Fatawa Al-Hindiyah (44/45) dari kalangan Mazhab Hanafiyah, Al-Fawakih Ad-Dawani (8/191) dari kalangan  Mazhab Maliki, Matolib Ulin Nuha (1/195) dari kalangan  Mazhab Hambali.

Demikian juga ulama bersepakat, mewarnai rambut dengan warna hitam untuk berangkat berperang, seluruh ulama sepakat untuk membolehkannya. Di zaman Rasulullah SAW, para tentara yang akan berangkat berperang punya tradisi mewarnai rambut dengan warna hitam. Tujuannya untuk menaikkan wibawa di hadapan musuh-musuh Islam. Kendati mewarnai rambut dengan warna hitam mengandung unsur penipuan, namun untuk berperang seluruh tipu daya bisa ditolerir. Sabda Nabi SAW, "Peperangan itu adalah tipu daya." (HR Ibnu Majah).

Jika pemakaian warna hitam hanya untuk berhias dan pemakaian sehari-hari tanpa ada maksud untuk penipuan, di sinilah perbedaan pendapat ulama. Ulama kalangan Hanabilah, Malikiyah, dan Hanafiyah hanya sebatas memakruhkan. Kalangan ini berdalil, sabda Nabi SAW hanya sebatas anjuran untuk menjauhi atau menghindari warna hitam. "Ijtanibu" (jauhi atau hindari) dalam lafadz hadis bermakna hanya sebatas anjuran, maka hukumnya pun tidak bisa melebihi makruh.

Kalangan Ulama Hanafiyah dan Abu Yusuf berpendapat, mewarnai rambut dengan warna hitam diperbolehkan secara mutlak. Apakah untuk pemakaian sehari-hari, mempercantik diri dihadapan suami/ istri, dan sebagainya. Misalkan, seorang seorang suami yang ingin tampak berwibada dihadapan istrinya. Atau seorang yang ingin tampak berkharisma di ruang publik, dan seterusnya. Berdalil dari keumuman sunnah Rasulullah SAW yang menganjurkan tampil menarik di hadapan istri. Sebagaimana istri dianjurkan bersolek untuk suaminya, sang suami pun dianjurkan sebaliknya.

Yusuf Qardhawi dalam kitab Al-Halal wal Haram fil Islam karangannya menyebutkan, banyak dikalangan para sahabat yang membolehkan menyemir rambut dengan warna hitam. Diantaranya; Saad bin Abu Waqqash, Uqbah bin Amir, Hasan, Husen, dan Jarir.

Sedangkan pendapat yang masyhur (populer di masyarakat) dari kalangan Madzhab Syafi'iyah mengharamkan penggunaan warna hitam untuk mewarnai rambut. Pengecualian warna hitam hanya untuk mereka yang pergi berperang saja. Adapun untuk penggunaan sehari-hari tidaklah diperbolehkan.

Kalangan Syafi'iyah berdalil dengan hadis Rasulullah SAW, "Akan ada di akhir zaman, kaum yang menyemir rambutnya seperti bulu merpati (hitam), maka dia tidak mencium bau surga." (HR Abu Daud).

Imam Syarwani dari Mazhab Syafi'iyah dalam Hawasyi As-Syarwani (9/375) menyebutkan, mengecat rambut dengan warna hitam adalah haram kecuali bagi mujahid yang akan berperang dengan kaum kafir, maka boleh.

Pendapat yang mengharamkan mewarnai rambut dengan warna hitam ini banyak dipegang di tanah air. Secara umum, umat Islam di Indonesia mayoritas bermazhab Syafi'iyah. Jadi bagi penganut mazhab Syafi'i yang awam dalam hal hukum tentu lebih disarankan mengikuti pandangan Imam Mazhabnya.

Adab Mewarnai Rambut
Kendati Syariat Islam memperbolehkan mewarnai rambut, ada adab-adab Islami yang perlu diperhatikan. Kandungan pewarna yang biasa dipakai para sahabat Nabi adalah hinna dan katam. Zat pewarna rambut ini berwarna merah sedangkan katam adalah pewarna dari pohon Yaman yang mengeluarkan zat pewarna hitam kemerah-merahan. Jika tidak memakai pewarna jenis ini, pastikan zat pewarna tidak menutupi pori-pori rambut yang menghalangi sampainya air wudhu'. Di samping itu, bahan pewarna yang dipakai harus terjamin aman dan kehalalannya.

Selanjutnya, model rambut yang diwarnai tidak boleh menyerupai orang-orang kafir. Sabda Nabi SAW, "Siapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia bagian dari mereka." (HR Abu Daud). Bagi para muslimah yang mewarnai rambut hendaklah diniatkan untuk bersolek bagi suami. Hadis Nabi SAW, "Seorang wanita dilarang berhias untuk selain suaminya." (HR Ahmad, Abu Daud, dan An Nasa’i). Jadi bukan menjadi ajang pamer aurat kepada lawan jenis. Wallahu'alam.


Share on Google Plus

About H. Hannan Putra, Lc

Artikel yang ditulis H. Hannan Putra, Lc dalam blog ini dirangkum dari berbagai sumber media. Diantaranya; rubrik Dialog Jumat- Khasanah- Islam Digest di Koran Republika, Republika Online, Majalah Al-Ribath PPMI Mesir, Jurnal Sinai, dakwatuna, Islam Media, Era Muslim, dan media Islam lainnya baik cetak maupun elektronik. Selain itu ada juga beberapa tulisan yang belum diterbitkan. Silahkan mengkopy-paste tulisan-tulisan tersebut untuk syiar dan dakwah Islam. Jangan lupa mencantumkan sumber dari tulisan yang dicopy. Supaya kritikan/ masukan atas tulisan-tulisan tersebut bisa sampai ke penulis.

"Saya bukanlah Ulama, walau cita-cita terbesar saya adalah itu. Saya hanya seorang muballigh yang baru belajar berdakwah dengan lisan dan tulisan. Kajian saya bersifat sederhana, karena memang peruntukan utamanya untuk diri saya sendiri, keluarga, dan masyarakat awam. Saya sangat terbuka untuk berdiskusi. Saya mengusung Islam moderat, anti-fanatisme dan radikalisme. Saya bermazhab Syafi'i. Tapi dalam pemikiran saya lebih suka lintas mazhab dan tak ingin dibatasi oleh kelompok, golongan, atau kepentingan politik. Misi dakwah saya, mengajak anda kepada luasnya Islam, bukan kepada sempitnya golongan." Wassalam, H. Hannan Putra, Lc.
    Blogger Comment
    Facebook Comment