Di beberapa masjid, kebanyakan masjid yang menjadi tempat persinggahan
sering didapati fenomena menarik. Terdapat dua, tiga, bahkan lebih
kelompok-kelompok yang melaksanakan shalat berjamaah dalam satu ruangan masjid.
Mereka yang hendak menunaikan shalat dan mendapati fenomena ini tentu
kebingungan. Jamaah manakah yang harus diikuti.
Jika memaknai fenomena ini lebih dalam tentu akan tersirat
"perpecahan di tubuh umat Islam. Jangankan soal urusan sosial, politik,
dan urusan kemasyarakatan, persoalan pokok yakni shalat saja, mereka sudah
berpecah belah menjadi kelompok-kelompok kecil. Bisa juga dipertanyakan, imam
manakah yang lebih absah kepemimpinannya di antara kubu-kubu yang shalat
berjamaah tersebut?
Perkara ini dibahas secara lugas dalam Tafsir Al Qurtubi Jilid 8 halaman 257. Imam Qur tubi menyebutkan, "Tidak diper bolehkan membuat dua shalat berjamaah dalam satu masjid dengan dua imam. Ini menyalahi seluruh pendapat para ulama." Seluruh ulama sepakat akan ke haraman membuat dua shalat berjamaah atau lebih dalam satu masjid. Bahkan Imam Malik secara tegas mengatakan, "Tidak boleh ditegakkan dua shalat berjamaah dalam satu masjid."
Secara logika, dua jamaah shalat berjamaah atau lebih dalam satu masjid menggambarkan perpecahan umat Islam. Jika ada dua kubu kepemimpinan dalam satu tempat, tentu satu sama lain akan bertikai.
Satu imam akan membaca surat al-Fatihah dan ayat Alquran akan beradu suara dengan bacaan imam yang lain.
Demikian juga, suara takbir imam yang satu akan beradu dengan suara takbir imam yang satunya lagi. Intinya, akan ada dua instruksi dari dua imam yang berbeda kepada jamaahnya.
Inilah
gambaran perpecahan umat Islam dalam shalat. Jika dalam shalat saja umat Islam
sudah berpecah belah dengan dua kubu shalat berjamaah, apalagi nantinya di luar
shalat. Tentu perpecahan umat Islam akan semakin nyata. Shalat berjamaah
merupakan cerminan kehidupan Islami yang dituntunkan syariat. Semua aspek dalam
shalat berjamaah meru pakan cerminan kehidupan umat Islam.Perkara ini dibahas secara lugas dalam Tafsir Al Qurtubi Jilid 8 halaman 257. Imam Qur tubi menyebutkan, "Tidak diper bolehkan membuat dua shalat berjamaah dalam satu masjid dengan dua imam. Ini menyalahi seluruh pendapat para ulama." Seluruh ulama sepakat akan ke haraman membuat dua shalat berjamaah atau lebih dalam satu masjid. Bahkan Imam Malik secara tegas mengatakan, "Tidak boleh ditegakkan dua shalat berjamaah dalam satu masjid."
Secara logika, dua jamaah shalat berjamaah atau lebih dalam satu masjid menggambarkan perpecahan umat Islam. Jika ada dua kubu kepemimpinan dalam satu tempat, tentu satu sama lain akan bertikai.
Satu imam akan membaca surat al-Fatihah dan ayat Alquran akan beradu suara dengan bacaan imam yang lain.
Demikian juga, suara takbir imam yang satu akan beradu dengan suara takbir imam yang satunya lagi. Intinya, akan ada dua instruksi dari dua imam yang berbeda kepada jamaahnya.
Demikian juga, dilarang bagi makmum untuk mendahului gerak an imam. Para makmum harus mengikuti imam setelah takbir dibacakan. Maknanya, dalam realitas kehidupan sehari-hari umat Islam tidak boleh lancang main hakim sendiri sebelum ada kebijakan pemimpin. Jika seorang pemimpin memerintahkan rakyatnya, wajiblah bagi rakyat untuk mengikuti. Seorang pemimpin juga mencontohkan apa yang ia suruh dengan melakukannya ter lebih dahulu sebelum para makmum mengikutinya.
Realisasi tersebut berujung hing ga ke akhir dari shalat, yakni menoleh ke kanan dan ke kiri. Maknanya, seorang yang sudah menjalin hubungan vertikal kepada Allah harus mem perhatikan hubungan horizontalnya kepada sesama manusia.
Islam sangat tegas dalam menyikapi adanya dwi kepemimpinan dalam tubuh umat Islam. Tidak diperkenankan bagi seseeorang menjadi imam, sedangkan sudah ada imam lainnya yang telah terlebih dahulu memimpin umat Islam.
Hal ini juga menjadi cerminan dari kehidupan bernegara antara pemimpin dan warganya. Tidak bo leh ada dua pemimpin dalam tubuh umat Islam. Dalam hadis lain juga dikuatkan, "Siapa yang membai'at seorang imam (pemimpin), lalu memberikan geng gaman tangannya dan menye rahkan buah hatinya, hendaklah ia menaatinya semaksimal mung kin. Dan, jika datang orang lain yang mencabut kekuasaan itu, penggallah leher orang itu." (HR Muslim).
Abu Bakar As Shiddiq tatkala menjadi khalifah juga pernah berkata, "Tidak halal bagi kaum Muslimin mempunyai dua imam (pemimpin)." Perkataan beliau menjadi ijma' karena tidak ada se orang sahabat pun yang mengingkari Abu Bakar me ngatakan hal itu.
Imam Juwaini mengibaratkan, jika umat Islam dipimpin oleh dua orang imam, sama artinya seorang wali yang menikahkan putrinya dengan dua orang laki-laki. Dalam rumah tangga, laki-laki adalah pemimpin bagi wanita. Menurut Imam Juwaini, memiliki dua pemimpin sama halnya dengan memiliki dua orang suami. Tentu hal ini merupakan kemungkaran yang jelas keharamannya. Demikian, seperti dipaparkan Dr Muhammad Khair dalam kitabnya Wahdatul Muslimin fi Asy Syari'ah Al Islamiyah.
Blogger Comment
Facebook Comment