Oleh; H. Hannan Putra, Lc
Semenjak kicauan muballigh kondang Felix Siauw di media sosial soal hukum berfoto selfie, hal ini terus diperbincangkan. Sebagaimana klaim Sang Ustadz, muslimah yang berfoto selfie dinilai sangat buruk, hingga kesuciannya pun dipertanyakan. Umat Islam khususnya kaum muda pun bertanya-tanya. Apakah ia akan mengikuti pendapat Sang Ustadz, atau ikut pandangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang tak begitu mempersoalkan foto selfie.
Berfoto baik muslim dan muslimah adalah perkara mu'amalah yang hukum asalnya boleh. Kaidah fiqh menyebutkan, "Al-Aslu fil mu'amalah al-ibahah hatta yadullad dalilu 'ala at-tahrim (Asal hukum mu'amalah adalah boleh sampai ada dalil yang mengharamkannya).
Sebahagian kelompok seperti kalangan Salafi memang pernah mengharamkan foto, khususnya foto dengan objek makhluk bernyawa. Mereka berpendapat, foto sama saja dengan gambar atau lukisan. Berdalil dari hadis Rasulullah SAW, "Sesungguhnya manusia yang paling keras disiksa di hari Kiamat adalah para tukang gambar (yang mereka yang meniru ciptaan Allah)." (HR Bukhari Muslim).
Namun pendapat kalangan Salafi ini banyak dibantah, bahkan di negeri Arab Saudi sendiri yang menjadi basisnya. Bantahan paling mematahkan dari teknis fotografi sendiri. Teknik pengambilan foto sama sekali berbeda dengan lukisan. Tidak ada unsur meniru dalam fotografi karena hanya mencetak objek hasil dari bayangan. Jadi, fotografi sama sekali tak bisa disamakan dengan melukis seperti disebutkan dalam hadis tersebut.
Tak bisa pula dipungkiri, tuntutan zaman modern dan kebutuhan umat manusia akan foto sangat tinggi. Seperti urgensi foto pada surat kabar, bahan infestigasi atau bahan bukti pihak kepolisian dan pengadilan, dokumentasi dan pencatatan sipil warga negara, dan hal-hal penting lainnya. Semuanya itu mutlak membutuhkan foto. Kalangan Salafi pun akhirnya menyerah dengan fatwanya tersebut. Mereka terpaksa membolehkan foto untuk KTP, Paspor, dokumen negara, dan dokumentasi-dokumentasi penting lainnya.
Persoalan foto selfie mengikut pada hukum asal dari foto itu sendiri, yakni mubah. Halal-haram dari hukum asal tersebut tergantung dari tujuan dan niat dari si mukallaf (pelaku). Ibaratnya mubah menggunakan handphone. Jika digunakan untuk berkomunikasi hukumnya boleh. Jika digunakan untuk berdakwah hukumnya mandub (sunnah) bahkan wajib. Namun jika digunakan untuk menipu, menghina, atau melecehkan orang maka hukumnya haram. Berfoto selfie juga masuk dalam kategori seperti itu.
Jadi tidak mustahil berfoto selfie bisa menjadi mandub. Misalkan, seorang anak yang merantau dan jauh dari orang tuanya. Untuk mengobati kerinduan, si anak berfoto selfie di daerah perantauan dan mengirimkannya kepada orang tuanya. Bisa saja hal ini dihukum mandub dan berpahala karena si mukallaf telah melakukan kebaikan dengan foto selfie.
Namun bisa juga berfoto selfie menjadi haram jika membawa pada yang haram. Misalkan, foto selfie yang diupload ke media sosial dengan tujuan riya atau pamer karena telah melakukan kebaikan. Firman Allah SWT, "Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali." (QS an Nisa’ [4]: 142).
Persoalan riya dan ujub adalah persoalan hati. Seseorang tak bisa menilai foto orang lain apakah didasarkan riya atau tidak. Semuanya kembali kepada si pemilik foto. Hanya dia dan Allah SWT saja yang lebih mengetahui tujuan dan niat dari foto selfienya. Selama tak ada niat atau tujuan yang mengarah pada keharaman, tentu saja berfoto selfie tak bisa pula diharamkan.
Berfoto selfie memang lebih banyak digandrungi kaum hawa. Terkhusus bagi muslimah yang ingin berfoto selfie, dipesankan untuk menjaga adab-adab Islami ketika berfoto. Misalnya, menutup aurat secara sempurna dan memastikan tidak ada aurat yang tersingkap. Di samping menjaga akhlak dan sikap dengan baik, muslimah dipesankan untuk tidak meniru pose-pose wanita jahiliyah sehingga berpotensi membangkitkan keinginan orang-orang jahat untuk berbuat negatif.
Bagi muslimah yang ingin mengunggah foto-fotonya ke internet juga perlu kehati-hatian. Perlu diwaspadai para muslimah agar tidak sembarangan mengumbar foto-fotonya di media sosial. Mengingat banyaknya pihak tak bertanggungjawab memakai foto-foto wanita untuk tujuan negatif. Bisa juga orang yang memiliki penyakit ain akan membawa dampak buruk bagi si pemilik foto. Wallahu'alam.
Blogger Comment
Facebook Comment