photo banner-rumah-pustaka-blog_zpse71xpgpt.gif

Petir Bukan Sekedar Fenomena Alam

Oleh: H. Hannan Putra, Lc

Umat Islam meyakini, petir dimaknai bukan sekedar peristiwa alam semata. Petir atau guruh diabadikan menjadi salah satu nama surat dalam Alquran, yaitu surat ke-13, Ar Ra'du. Setidaknya ada tiga istilah dalam Alquran yang merujuk pada makna petir, yaitu; Ar-ra’du, Ash-showa’iq, dan Al barq.

Para Ahli tafsir mendefenisikan Ar-ra’du lebih dekat dengan makna suara petir atau geledek. Sedangkan Ash-shawa’iq dan Al-barq maknanya lebih dekat untuk istilah kilatan petir, yaitu cahaya yang muncul beberapa saat sebelum adanya suara petir. Demikian dipaparkan Dr Muhammad Luqman As Salafi dalam Rasy Al-Barad Syarh Al-Adab Al Mufrod (381).

Menurut para ilmuwan, energi yang dilepas oleh sekali kilatan petir lebih besar dari pada energi yang dihasilkan seluruh pembangkit listrik di Amerika. Satu kilatan petir dapat menyalakan 100 watt bola lampu selama lebih dari tiga bulan. Di samping itu, petir juga menghasilkan molekul nitrogen yang dibutuhkan bagi tumbuh-tumbuhan di Bumi utuk menunjang kehidupanya.

Petir bergerak pada kecepatan 150.000 km/detik, hampir setengah kecepatan cahaya dan 100.000 kali lebih cepat dari kecepatan suara. Sedangkan suara yang dilepaskan oleh satu kilatan lebih besar dari pada cahaya 10 juta bola lampu berdaya 100 watt.

Para ilmuwan modern sudah banyak meneliti tentang kedahsyatan kilatan cahaya yang dihasilkan petir. Petir bagaikan kapasitor raksasa, di mana lempeng pertama adalah awan yang beradu dengan lempeng kedua adalah bumi. Menurut Ilmuwan, petir juga dapat terjadi dari awan ke awan (intercloud), di mana salah satu awan bermuatan negatif dan awan lainnya bermuatan positif. Petir terjadi karena ada perbedaan potensial antara awan dan bumi atau dengan awan lainnya.

Proses terjadinya muatan pada awan karena dia bergerak terus menerus secara teratur, dan selama pergerakannya dia akan berinteraksi dengan awan lainnya sehingga muatan negatif akan berkumpul pada salah satu sisi (atas atau bawah), sedangkan muatan positif berkumpul pada sisi sebaliknya.

Teori sederhananya menurut Ilmuwan Islam Harun Yahya, udara–yang dipanaskan oleh cahaya matahari–naik membawa molekul-molekul air yang menguap di dalamnya. Ketika udara yang naik ini mencapai ketinggian 2-3 km, udara tesebut bersentuhan dengan lapisan udara dingin.

Saat kenaikan udara, kristal-kristal es yang terbentuk di dalam awan melepaskan energi listrik statis yang terbentuk karena pergesekan. Energi listrik ini mengandung unsur positif (+) pada lapisan atas awan dan unsur negatif (-) pada lapisan bawahnya. Ketika awan cukup terisi untuk mengionisasi udara; maka petir terbentuk.

Penjelasan para ilmuwan tentang kronologis petir ini sebenarnya sudah dijabarkan dalam Alquran. Firman Allah SWT, "Tidaklah kamu melihat bahwa Allah mengarak awan, kemudian mengumpulkan antara (bagian-bagian)nya, kemudian menjadikannya bertindih-tindih, Maka kelihatanlah olehmu hujan keluar dari celah-celahnya dan Allah (juga) menurunkan (butiran-butiran) es dari langit, (yaitu) dari (gumpalan-gumpalan awan seperti) gunung-gunung. Maka ditimpakan-Nya (butiran-butiran) es itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya dan dipalingkan-Nya dari siapa yang dikehendaki-Nya. Kilauan kilat awan itu Hampir-hampir menghilangkan penglihatan." (QS an-Nur [24]: 43).

Dalam surat tersebut Allah SWT kronologis pembentukan petir sehingga menjadi kilatan yang hampir menghilangkan penglihatan. Alquran juga memaparkan bagaimana Allah SWT menggerakkan awan sebagai pemicu terjadinya petir.

Kedahsyatan petir juga dimaknai umat Islam sebagai bentuk tasbih dari para malaikat penjaga langit. Sebagaimana disebut dalam Alquran, "Dan guruh bertasbih memuji-Nya (demikian pula) para malaikat karena takut kepada-Nya." (QS ar-Ra’d [13]: 13).

Dalam hadisnya, Rasulullah SAW menyebut petir sebagai suara para malaikat. "Ar ra’du (petir) adalah malaikat yang diberi tugas mengurus awan dan bersamanya pengoyak dari api yang memindahkan awan sesuai dengan kehendak Allah." (HR Tirmizi).

Al-Khoro'ithi dalam Makarimil Akhlaq-nya mengutip pendapat Ali bin Abi Thalib soal Ar-ra’du. Menurut Ali, Ar-ra’du adalah malaikat. Sedangkan Al-barq (kilatan petir) adalah pengoyak di tangannya sejenis besi.

Menurut Ibnu Taimiyyah, mengatakan Ar-ra’du adalah mashdar (kata kerja yang dibendakan) berasal dari kata ra’ada, yar’udu, ra’dan yang berarti gemuruh. Namanya gerakan pasti menimbulkan suara. Malaikat adalah yang menggerakkan dengan cara menggetarkan awan, kemudian dipindahkan dari satu tempat ke tempat lainnya.

Ketika menafsirkan surat al-Baqarah [2] ayat 19, As Suyuthi mengatakan bahwa ar ra’du adalah malaikat yang ditugasi mengatur awan. Dalam tafsir Jalalain juga disebutkan bahwa ar ro’du adalah suara malaikat. Sedangkan al barq (kilatan petir) adalah kilatan cahaya dari cambuk malaikat untuk menggiring mendung.

Secara umum, umat Islam meyakini Ar ra’du dengan malaikat yang ditugasi mengatur awan atau suara dari malaikat tersebut yang tengah bertasbih dan mengatur awan. Sedangkan Al-barq atau Ash-showa’iq adalah kilatan cahaya dari cambuk malaikat yang digunakan untuk menggiring mendung.

Ibnu Abbas menambahkan, Sesungguhnya petir adalah malaikat yang meneriaki (membentak) untuk mengatur hujan sebagaimana pengembala ternak membentak hewannya (Adabul Mufrod/ 722).

Jadi, ketika mendengar petir atau guntur, Nabi SAW mengajarkan doa "Subhanalladzi sabbahat lahu” (Maha suci Allah yang petir bertasbih kepada-Nya). atau doa, "Subhanalladzi yusabbihur ro’du bi hamdihi wal mala-ikatu min khiifatih” (Mahasuci Allah yang petir dan para malaikat bertasbih dengan memuji-Nya karena rasa takut kepada-Nya).
Share on Google Plus

About H. Hannan Putra, Lc

Artikel yang ditulis H. Hannan Putra, Lc dalam blog ini dirangkum dari berbagai sumber media. Diantaranya; rubrik Dialog Jumat- Khasanah- Islam Digest di Koran Republika, Republika Online, Majalah Al-Ribath PPMI Mesir, Jurnal Sinai, dakwatuna, Islam Media, Era Muslim, dan media Islam lainnya baik cetak maupun elektronik. Selain itu ada juga beberapa tulisan yang belum diterbitkan. Silahkan mengkopy-paste tulisan-tulisan tersebut untuk syiar dan dakwah Islam. Jangan lupa mencantumkan sumber dari tulisan yang dicopy. Supaya kritikan/ masukan atas tulisan-tulisan tersebut bisa sampai ke penulis.

"Saya bukanlah Ulama, walau cita-cita terbesar saya adalah itu. Saya hanya seorang muballigh yang baru belajar berdakwah dengan lisan dan tulisan. Kajian saya bersifat sederhana, karena memang peruntukan utamanya untuk diri saya sendiri, keluarga, dan masyarakat awam. Saya sangat terbuka untuk berdiskusi. Saya mengusung Islam moderat, anti-fanatisme dan radikalisme. Saya bermazhab Syafi'i. Tapi dalam pemikiran saya lebih suka lintas mazhab dan tak ingin dibatasi oleh kelompok, golongan, atau kepentingan politik. Misi dakwah saya, mengajak anda kepada luasnya Islam, bukan kepada sempitnya golongan." Wassalam, H. Hannan Putra, Lc.
    Blogger Comment
    Facebook Comment