Oleh; H. Hannan Putra, Lc
Dalam Tafsir Ibnu Katsir [jilid 3 hal 132] disebutkan, suatu kali Umar bin Khattab RA pernah memerintahkan Abu Musa Al-Asy'ari untuk mengangkat seorang pegawai di Syam. Tugasnya sebagai juru catat sirkulasi keuangan. Karena Abu Musa ingin seorang yang profesional, ia pun menunjuk seorang beragama Nasrani untuk menjalankan tugas tersebut. Alasannya, si Nasrani dikenal baik dan profesional di banding orang muslim lainnya.
Benar saja, Umar RA kagum dengan kinerja si Nasrani tadi. Umar memerintahkan Abu Musa untuk mengundang si juru catat datang ke Madinah untuk melaporkan secara langsung tentang sirkulasi keuangan di Syam. "Ia tidak bisa masuk ke Tanah Haram (Makkah dan Madinah), wahai Amirul Mukminin," ujar Abu Musa.
"Mengapa? Apakah karena dia junub?" tanya Umar RA. "Bukan, karena dia seorang Nasrani," jawab Abu Musa.
Betapa berangnya Umar RA. Sembari menepuk paha Abu Musa, Umar RA memerintahkan untuk memecat si Nasrani. Umar RA pun membacakan ayat, "Wahai Orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengangkat orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpinmu. Sebahagian mereka menjadi pemimpin bagi yang lain. Siapa di antara kamu yang mengangkat mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang tersebut termasuk golongan mereka (kafir). Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim." (QS Al-Maidah [5]: 51).
Bayangkan, hanya seorang juru catat saja tidak mendapatkan tempat dalam pemerintahan Islam. Apalagi untuk diusung menjadi pemimpin. Keras sekali penegasan Allah SWT dalam surat Al-Maidah ayat 51 tersebut. Orang yang berani menjadikan Yahudi atau Nasrani sebagai pemimpin disebut sebagai orang zalim dan kafir.
Ini bukan soal SARA. Ini prinsip dan ajaran agama kita yang harus kita taati. Sehebat apapun kinerja seorang Ah*k yang telah membenahi Jakarta, ia tetap tak mendapat tempat untuk diusung umat Islam sebagai pemimpin. Ingatlah Jakarta yang dahulu diberi nama Jaya Karta oleh Fatahillah. Jaya Karta direbut dari tangan kaum Nasrani Belanda dengan darah para syuhada. Akankah kini diberikan lagi kepada mereka?
Blogger Comment
Facebook Comment