photo banner-rumah-pustaka-blog_zpse71xpgpt.gif

Tidak Shalat, Sahkah Puasanya?

Oleh: H. Hannan Putra, Lc


Dalam urutan rukun Islam, shalat disebut lebih awal dari puasa. Artinya kewajiban shalat lebih utama dari puasa. Sebagaimana syahadat lebih tinggi dari shalat. Orang yang tidak bersyahadat (tidak Islam) tentu tidak diterima ibadah shalat dan seluruh amal ibadahnya. Lantas bagaimana keabsahan puasa bagi mereka yang tidak melaksanakan shalat? Apakah hukum puasa dan shalat saling berkaitan, ataukah terpisah dan bisa diterima selama syarat dan rukunnya terpenuhi?

Secara hukum fiqhnya, suatu ibadah dipandang sah jika terpenuhi syarat dan rukunnya. Seperti puasa, jika rukun dan syarat melaksanakan puasa terpenuhi, maka itu sudah dipandang diterima di sisi Allah SWT. Sebaliknya pula seperti shalat. Selama syarat dan rukun shalat terpenuhi, shalatnya dipandang sudah sah. Terlepas orang yang shalat tersebut berpuasa atau meninggalkan puasa Ramadhan.

Namun perlu difahami, meninggalkan shalat adalah dosa besar di sisi Allah SWT. Meninggalkan shalat juga disebut di dalam hadis sebagai orang yang telah kafir. Sabda Rasulullah SAW, "Perjanjian antara kami dengan mereka adalah shalat. Siapa yang meninggalkan shalat maka telah kafir." (HR Tirmizi). Shalat juga disebut sebagai batas antara mukmin dan kafir. Sabda Nabi SAW, "Antara seseorang dan kekafiran adalah shalat." (HR Muslim).

Lantas, sah kah ibadah puasa orang yang disebut kafir dalam hadis ini karena meninggalkan shalat? Bukankah syarat sah melaksanakan puasa adalah Islam? Kata kafir dalam hadis diatas didefenisikan jumhur (kesepakatan) ulama jika mengingkari kewajiban shalat. Jika meninggalkan shalat karena kelalaian atau malas, maka ia tak sampai dihukum dengan kafir, selama ia masih meyakini bahwa shalat adalah wajib dan meninggalkan shalat adalah dosa besar.

Ibnu Qudamah Al-Maqdisi dalam kitabnya Al-Mughni mengatakan, orang yang tidak shalat punya dua kemungkinan. Adakalanya dia mengingkari kewajiban shalat, atau masih meyakini kewajibannya. Kalau dia mengingkari kewajibannya, diselidiki dulu, kalau dia jahil misalnya karena baru masuk Islam, atau dibesarkan di lingkungan terasing, maka diberitahu kewajibannya dan diajarkan tentang shalat. Dia tidak dikafirkan karena dia termasuk orang yang punya udzur. Namun bila dia bukan orang yang jahil atas kewajiban shalat, misalnya dibesarkan di tengah orang Islam di kota atau desa, maka dia tidak punya alasan dan tidak diterima pengakuan bahwa dirinya tidak tahu kewajiban shalat. Maka orang itu dihukumi kafir.

Mufti Arab Saudi, Syeikh al-Utsaimin menambahkan, seseorang bisa di hukum kafir jika sama sekali tidak pernah shalat, walau ia tidak memungkiri kewajiban shalat. Misalkan, orang yang tidak pernah shalat sepanjang hidupnya, maka orang ini sudah layak disebut kafir menurut al-Utsaimin. Demikian ditegaskannya dalam Majmu' Fatawa al-Utsaimin.

Lantas, apakah orang yang disebut kafir karena mengingkari shalat atau tidak shalat di sepanjang hidupnya bisa diterima puasanya? Terkait hal ini, Syeikh al-Utsaimin menegaskan puasanya tidak sah. Dalam Majmu; Fatawanya, al-Utsaimin menegaskan bahwa puasa yang dilakukan orang yang meninggalkan shalat tidak bisa diterima. Alasannya, orang yang mengingkari kewajiban shalat atau tidak shalat sepanjang hidupnya telah diklaim kafir atau murtad (keluar dari Islam). hal ini tentu sudah menggugurkan syarat wajib puasa.

Al-Utsaimin berdalil dari firman Allah SWT, "Jika mereka bertaubat, mendirikan sholat dan menunaikan zakat, maka (mereka itu) adalah saudara-saudaramu seagama. Dan Kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi kaum yang mengetahui." (QS at-Taubah [9]: 11). Ayat ini secara jelas menyebutkan bahwa "saudara-saudaramu seagama" adalah orang yang mau mendirikan shalat dan menunaikan zakat. Jadi tanpa melakukan shalat, seseorang tidak bisa dianggap Islam.

Lalu, bagaimana hukumnya jika orang yang berpuasa Ramadhan hanya melaksanakan shalat di bulan Ramadhan saja? Apakah ibadah puasanya bisa dipandang sah, jika di luar Ramadhan ia sama sekali tidak shalat? Lajnah Da'imah lil Buhuts Ilmiyyah wal Ifta’  (Komisi Fatwa) Kerajaan Arab Saudi pernah mengeluarkan fatwa terkait hal ini.

Dalam keluaran fatwa tersebut disebutkan, orang yang hanya melakukan puasa Ramadhan dan mengerjakan shalat hanya di bulan Ramadhan saja dipandang telah melecehkan agama Allah. Mereka berdalil dari ucapan Ulama Salaf, "Sejelek-jelek kaum adalah yang mengenal Allah hanya pada bulan Ramadhan saja." Fatwa tersebut menyatakan, orang yang yang sedemikian dipandang puasanya tidak sah. Disamping itu, mereka juga dicap telah kafir, walau sebenarnya mereka tidak menentang kewajiban shalat.

Sebenarnya, ibadah puasa hanya diperuntukkan bagi orang-orang beriman saja. Sebagaimana firman Allah SWT, "Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kamu bertakwa." (QS al-Baqarah [2]: 183). Jadi, orang yang mengingkari shalat atau tak pernah shalat sepanjang hidupnya, atau orang yang hanya shalat di bulan Ramadhan saja, mereka tidak termasuk dalam kategori beriman. Jadi, mereka tak mendapat seruan dalam ayat ini untuk berpuasa.

Orang yang tidak shalat juga dikatakan akan gugur seluruh amalan kebaikannya, tidak hanya shalat saja. Hadis Rasulullah SAW dari Buraidah RA mengatakan, "Siapa yang meninggalkan shalat Ashar, maka amalannya telah gugur." (HR Bukhari). Jadi, jangankan puasa, amalan apapun yang ia lakukan tidak ada artinya di sisi Allah SWT. Jadi, jangan tinggalkan shalat. Wallahu'alam.



Share on Google Plus

About H. Hannan Putra, Lc

Artikel yang ditulis H. Hannan Putra, Lc dalam blog ini dirangkum dari berbagai sumber media. Diantaranya; rubrik Dialog Jumat- Khasanah- Islam Digest di Koran Republika, Republika Online, Majalah Al-Ribath PPMI Mesir, Jurnal Sinai, dakwatuna, Islam Media, Era Muslim, dan media Islam lainnya baik cetak maupun elektronik. Selain itu ada juga beberapa tulisan yang belum diterbitkan. Silahkan mengkopy-paste tulisan-tulisan tersebut untuk syiar dan dakwah Islam. Jangan lupa mencantumkan sumber dari tulisan yang dicopy. Supaya kritikan/ masukan atas tulisan-tulisan tersebut bisa sampai ke penulis.

"Saya bukanlah Ulama, walau cita-cita terbesar saya adalah itu. Saya hanya seorang muballigh yang baru belajar berdakwah dengan lisan dan tulisan. Kajian saya bersifat sederhana, karena memang peruntukan utamanya untuk diri saya sendiri, keluarga, dan masyarakat awam. Saya sangat terbuka untuk berdiskusi. Saya mengusung Islam moderat, anti-fanatisme dan radikalisme. Saya bermazhab Syafi'i. Tapi dalam pemikiran saya lebih suka lintas mazhab dan tak ingin dibatasi oleh kelompok, golongan, atau kepentingan politik. Misi dakwah saya, mengajak anda kepada luasnya Islam, bukan kepada sempitnya golongan." Wassalam, H. Hannan Putra, Lc.
    Blogger Comment
    Facebook Comment