photo banner-rumah-pustaka-blog_zpse71xpgpt.gif

Trading Forex dalam Kajian Syariat

Oleh; Ustadz H. Hannan Putra, Lc
Pesatnya hilir-mudik komuditi lintas negara juga membuat bisnis forex (jual beli valuta asing) makin digandrungi. Mata uang asing bukan lagi sebatas alat pembayaran dalam perdagangan ekspor-impor. Perbandingan nilai mata uang yang terus bergerak ini membuka suatu peluang usaha bagi pihak tertentu. Bagaimana tinjauan syariat soal bisnis trading forex ini?

Perlu difahami, fluktuasi nilai mata uang tersebut dipengaruhi sirkulasi ekspor-impor barang di suatu negara. Tinggi-rendahnya permintaan atau penawaran suatu barang di suatu negara akan mempengaruhi nilai mata uang. Pada dasarnya, setiap negara punya wewenang penuh dalam menetapkan kurs mara uangnya masing-masing. Namun tentu saja kurs mata uang akan terus berubah-ubah sesuai tingkat kekuatan ekonomi negara masing-masing.

Dewan Fatwa Nasional Malaysia dalam keluaran fatwanya telah mengharamkan segala bentuk perdagangan valuta asing (valas). Menurut mereka, perdagangan valas atau forex trading individual telah melanggar ajaran Islam. Alasannya, ada unsur gharar (siasat menipu) dan maisir (spekulasi) yang terdapat dalam forex trading. Hal yang sama juga disepakati Lajnah Fatwa Arab Saudi dan beberapa negara Islam di Timur Tengah.

Hal ini berpedoman pada hadis Nabi SAW, "(Juallah) emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, sya'ir dengan sya'ir, kurma dengan kurma, dan garam dengan garam (denga syarat harus) sama dan sejenis serta secara tunai. Jika jenisnya berbeda, juallah sekehendakmu jika dilakukan secara tunai." (HR Muslim Abu Daud, Tirmidzi, Nasa'i, dan Ibnu Majah).

Hadis ini menegaskan, barang yang sama dan sejenis tak boleh dijual dengan harga yang berbeda dan harus dilakukan dengan tunai. Demikian juga dengan jual beli uang baru yang marak didapati jelang lebaran. Uang baru sejumlah Rp 1 juta dijual dengan harga Rp 1,2 juta. Hal ini juga dilarang.

Hadis dari Abu Sa'ad Al-Khudri lebih mendetailkan lagi. "Janganlah kamu menjual emas dengan emas kecuali sama (nilainya) dan janganlah menambahkan sebagian atas sebagian yang lain; janganlah menjual perak dengan perak kecuali sama (nilainya) dan janganlah menambahkan sebagaian atas sebagian yang lain; dan janganlah menjual emas dan perak tersebut yang tidak tunai dengan yang tunai." (HR Muslim).

Namun, Majelis Ulama Indonesia (MUI) lebih merinci lagi bentuk-bentuk perdagangan valuta asing. Menurut MUI tidak seluruhnya dalam masalah forex trading ini yang diharamkan. Pengkajian yang sama juga pernah dibahas ulama Mesir yang dipimpin Mufti Mesir, Ali Jumu'ah.

MUI tidak mengharamkan secara mutlak sebagaimana ulama Malaysia mengingat tingginya hajat masyarakat dalam hal yang berkaitan dengan valas. Demikian juga dalam kajian 'urf tijari (tradisi perdagangan) yang ada ditanah air, transaksi jual beli mata uang yang dikenal ada beberapa bentuk transaksi. Jika dikaji status hukumnya dalam pandangan ajaran Islam, bentuk-bentuk transaksi tersebut bisa berbeda antara satu bentuk dengan bentuk lain.

Menurut MUI, prinsip awal transaksi jual beli mata uang adalah boleh, asalkan tidak untuk spekulasi (untung-untungan). Di samping itu, MUI mensyaratkan adanya kebutuhan transaksi di dalamnya, atau untuk berjaga-jaga (simpanan). Selain itu, apabila transaksi dilakukan terhadap mata uang sejenis maka nilainya harus sama dan secara tunai (at-taqabudh). Sedangkan jika berlainan jenis, maka harus dilakukan dengan nilai tukar (kurs) yang berlaku pada saat transaksi dan secara tunai.

Dalam keluaran fatwa Dewan Syariah Nasional MUI Nomor 28/DSN-MUI/III/2002 tentang Jual Beli Mata Uang (Al-Sharf), ada empat bentuk transaksi perdagangan valas yang ada di tanah air. Tiga diantaranya haram. Sementara satu bentuk dipandang boleh (halal). Transaksi tersebut yakni; spot, forward, swap dan option. Hanya transaksi spot saja yang diperbolehkan.

Transaksi spot, yakni transaksi pembelian dan penjualan valuta asing untuk penyerahan pada saat itu (over the counter) atau penyelesaiannya paling lambat dalam jangka waktu dua hari. Hukumnya adalah boleh, karena dianggap tunai.

Transksi spot tidak masuk kategori haram karena merupakan transaksi pembelian dan penjualan valuta asing untuk penyerahan pada saat itu juga (over the counter). Atau penyelesaiannya paling lambat dalam jangka waktu dua hari. Waktu ini dianggap sebagai proses penyelesaian yang tidak bisa dihindari dan merupakan transaksi internasional.

Adapun transaksi forward, yakni transaksi pembelian dan penjualan valas yang nilainya ditetapkan pada saat sekarang dan diberlakukan untuk waktu yang akan datang. Masanya antara 2x24 jam sampai dengan satu tahun. Hukum transaksi ini haram karena harga yang digunakan adalah harga yang diperjanjikan (muwa'adah) dan penyerahannya dilakukan di kemudian hari. Padahal harga pada waktu penyerahan tersebut belum tentu sama dengan nilai yang disepakati. Kecuali dilakukan dalam bentuk forward agreement untuk kebutuhan yang tidak dapat dihindari (lil hajah).

Transaksi swap yaitu kontrak pembelian atau penjualan valas dengan harga spot yang dikombinasikan dengan pembelian antara penjualan valas yang sama dengan harga forward. Hukumnya haram, karena mengandung unsur maisir (spekulasi).

Dan yang terakhir adalah Transaksi option, yakni kontrak untuk memperoleh hak dalam rangka membeli atau hak untuk menjual yang tidak harus dilakukan atas sejumlah unit valuta asing pada harga dan jangka waktu atau tanggal akhir tertentu. Hukumnya haram, karena mengandung unsur maisir (spekulasi).
Share on Google Plus

About H. Hannan Putra, Lc

Artikel yang ditulis H. Hannan Putra, Lc dalam blog ini dirangkum dari berbagai sumber media. Diantaranya; rubrik Dialog Jumat- Khasanah- Islam Digest di Koran Republika, Republika Online, Majalah Al-Ribath PPMI Mesir, Jurnal Sinai, dakwatuna, Islam Media, Era Muslim, dan media Islam lainnya baik cetak maupun elektronik. Selain itu ada juga beberapa tulisan yang belum diterbitkan. Silahkan mengkopy-paste tulisan-tulisan tersebut untuk syiar dan dakwah Islam. Jangan lupa mencantumkan sumber dari tulisan yang dicopy. Supaya kritikan/ masukan atas tulisan-tulisan tersebut bisa sampai ke penulis.

"Saya bukanlah Ulama, walau cita-cita terbesar saya adalah itu. Saya hanya seorang muballigh yang baru belajar berdakwah dengan lisan dan tulisan. Kajian saya bersifat sederhana, karena memang peruntukan utamanya untuk diri saya sendiri, keluarga, dan masyarakat awam. Saya sangat terbuka untuk berdiskusi. Saya mengusung Islam moderat, anti-fanatisme dan radikalisme. Saya bermazhab Syafi'i. Tapi dalam pemikiran saya lebih suka lintas mazhab dan tak ingin dibatasi oleh kelompok, golongan, atau kepentingan politik. Misi dakwah saya, mengajak anda kepada luasnya Islam, bukan kepada sempitnya golongan." Wassalam, H. Hannan Putra, Lc.
    Blogger Comment
    Facebook Comment