photo banner-rumah-pustaka-blog_zpse71xpgpt.gif

Hutang Puasa Ramadhan Menumpuk Bertahun-tahun, Bagaimana Membayarnya?


Oleh: H. Hannan Putra, Lc 

Kaum wanita yang tidak berpuasa Ramadhan karena hamil, menyusui, musafir, atau sakit, mereka diharuskan mengqadha puasanya di hari lain. Qadha yakni puasa di hari lain sebagai ganti puasa Ramadhan yang tidak dilaksanakan. Namun bagaimana jika mereka belum kunjung mengqadha puasanya hingga datang Ramadhan berikutnya? Bahkan, ada diantara kaum wanita yang masih punya "hutang" untuk mengqadha puasa Ramadhannya semenjak dua atau tiga tahun silam. Apakah mereka berdosa?

Jumhur ulama dalam al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah (jilid 32 hal 70) bersepakat, wanita yang mempunyai uzur untuk tidak mengqadha puasanya hingga sampai datang Ramadhan berikutnya, mereka tidaklah dihukum berdosa. Misalkan dalam kondisi hamil, menyusui, nifas, serta kondisi lainnya yang berlangsung berbulan-bulan.

Ada kondisi dimana seorang wanita jika berpuasa bisa berbahaya untuk dirinya atau bayinya. Mereka mendapat kelonggaran untuk tidak berpuasa. Jika mereka tidak sempat menunaikan "hutang" puasa mereka hingga sampai bertemu bulan Ramadhan berikutnya, mereka sama sekali tidak dihukum berdosa.

Hukum yang sama juga berlaku bagi orang yang sakit menahun. Jika ia memaksakan dirinya untuk berpuasa, dikhawatirkan akan berdampak buruk pada kondisi kesehatannya. Jadi, mereka boleh menunda qadha puasa walaupun sudah bertahun-tahun terlewati. Orang yang sakit tersebut dapat mengganti puasanya jika kondisi kesehatannya sudah memungkinkan untuk berpuasa.

Untuk orang yang tidak dapat berpuasa karena uzur syar'i seperti ini, mereka tidaklah berdosa. Mereka bisa mengqadha puasanya kapan saja mereka punya kelapangan waktu. Mereka juga tak dibebankan kewajiban untuk membayar fidyah.

Lantas bagaimana hukumnya bagi orang yang lupa atau sengaja melalaikan qadha puasa Ramadhan hingga sampai para Ramadhan berikutnya? Misalkan, laki-laki atau perempuan yang tidak berpuasa karena musafir. Ia mempunyai kelapangan waktu di hari-hari lain untuk mengganti puasa Ramadhannya. Namun karena rasa malas, ia tak melakukannya. Orang seperti ini jelas tak mempunyai uzur (alasan) syar'i, seperti kasus pertama. Lantas bagaimana hukumnya bagi mereka?

Jumhur Fuqaha’ (mayoritas ulama) dari madzhab Maliki, Syafi’i, Hambali berpendapat, mereka yang tidak punya udzur syar’i seperti ini dikenakan fidyah tanpa menggugurkan kewajiban qadhanya.

Pendapat ini juga datang dari kalangan sahabat Nabi SAW seperti Abu Hurairah, Ibnu Abbas, dan Ibnu Umar. Mereka berpendapat, orang yang sengaja melalaikan qadha puasa Ramadhan hingga datang ramadhan berikutnya, mereka wajib membayarkan fidyah atas hutang-hutang puasanya yang belum sempat diqadha. Setelah Ramadhan selesai, mereka tetap wajib mengqadha puasa mereka tersebut.

Sebagai contoh, di Ramadhan tahun 2014 seseorang mempunyai hutang puasa lima hari. Ketika masuk Ramadhan tahun 2015 ia belum jua menunaikan qadha puasanya itu. Maka ia wajib membayarkan fidyah untuk lima puasa Ramadhan tahun 2014 itu. Setelah Ramadhan tahun 2015 berakhir ia tetap berkewajiban melunasi qadha puasa lima harinya tersebut.

Jika sampai Ramadhan 2016 ia belum menunaikan qadha lagi, maka ia dikenakan fidyah sebanyak lima kali puasa lagi. Jika ia mampu mengqadha tiga hari di tahun 2015, maka sisanya ia hanya perlu membayar fidyah untuk dua hari puasa saja. Fidyah berfungsi sebagai "hukuman" baginya karena sudah melalaikan kewajiban mengqadha puasa.

Jumlah fidyah yang harus dibayar sebanyak satu mud, yaitu sehari makan bagi fakir miskin. Satu mud takarannya seperempat dari ukuran zakat fitrah (sekitar 0,875 liter atau 0,625 kg). Bentuk fidyah haruslah berbentuk makanan pokok yang lazim dikonsumsi di negeri setempat.

Share on Google Plus

About H. Hannan Putra, Lc

Artikel yang ditulis H. Hannan Putra, Lc dalam blog ini dirangkum dari berbagai sumber media. Diantaranya; rubrik Dialog Jumat- Khasanah- Islam Digest di Koran Republika, Republika Online, Majalah Al-Ribath PPMI Mesir, Jurnal Sinai, dakwatuna, Islam Media, Era Muslim, dan media Islam lainnya baik cetak maupun elektronik. Selain itu ada juga beberapa tulisan yang belum diterbitkan. Silahkan mengkopy-paste tulisan-tulisan tersebut untuk syiar dan dakwah Islam. Jangan lupa mencantumkan sumber dari tulisan yang dicopy. Supaya kritikan/ masukan atas tulisan-tulisan tersebut bisa sampai ke penulis.

"Saya bukanlah Ulama, walau cita-cita terbesar saya adalah itu. Saya hanya seorang muballigh yang baru belajar berdakwah dengan lisan dan tulisan. Kajian saya bersifat sederhana, karena memang peruntukan utamanya untuk diri saya sendiri, keluarga, dan masyarakat awam. Saya sangat terbuka untuk berdiskusi. Saya mengusung Islam moderat, anti-fanatisme dan radikalisme. Saya bermazhab Syafi'i. Tapi dalam pemikiran saya lebih suka lintas mazhab dan tak ingin dibatasi oleh kelompok, golongan, atau kepentingan politik. Misi dakwah saya, mengajak anda kepada luasnya Islam, bukan kepada sempitnya golongan." Wassalam, H. Hannan Putra, Lc.
    Blogger Comment
    Facebook Comment