Oleh; H. Hannan Putra, Lc
Sebuah hadis diriwayatkan Hakim dari Jabir bin Abdullah RA menyebutkan, di akhirat nanti ada seorang hamba yang telah beribadah selama 500 tahun. Ahli ibadah tersebut pun dipersilakan Allah SWT untuk memasuki surga. "Wahai hamba-Ku, masuklah engkau ke dalam surga karena rahmat-Ku," bunyi Firman Allah dalam hadis qudsi tersebut.
Namun,
ada yang menyangkal dalam hati si ahli ibadah. Mengapa ia masuk surga
lantaran rahmat Allah? Bukankah ia telah beribadah selama 500 tahun? "Ya Rabbi, mengapa aku tidak dimasukkan kedalam surga karena amalku?" tanyanya.
Allah
SWT pun memperlihatkan nikmat yang telah diberikan-Nya bagi si ahli
ibadah. Nikmat Allah tersebut ditimbang dengan seluruh amal ibadah yang
telah ia kerjakan.
Ternyata, nikmat penglihatan dari sebelah
matanya saja sudah melebihi ibadah 500 tahun si ahli ibadah. Akhirnya,
si ahli ibadah pun tunduk di hadapan Allah dan menyadari betapa kecilnya
nilai ibadahnya.
Tak ada alasan bagi seorang Muslim untuk tidak
bersyukur kepada Allah. Sebanyak apa pun ibadah yang dilakukan, tak akan
sebanding dengan nikmat dan karunia yang telah diterima dari Allah.
Demikianlah
hakikat dari ibadah, sebagai ungkapan rasa syukur seorang hamba kepada
Rabb-nya. Jadi, menunaikan ibadah bukan hanya sebatas pelunas utang dan menunaikan kewajiban saja.
Rasulullah
SAW sebagai seorang hamba yang dijamin tidak berdosa (maksum) adalah
teladan dalam hal bersyukur. Suatu kali, istri beliau SAW bertanya,
mengapa suaminya itu selalu shalat tahajud sepanjang malam.
Bahkan, kaki beliau SAW pun sudah bengkak lantaran lamanya berdiri. "Ya Rasulullah, bukankah Allah SWT telah mengampuni dosamu yang terdahulu dan yang akan datang?" ujar Aisyah.
Aisyah
mengisyaratkan, buat apalagi susah-susah ibadah, toh Rasulullah SAW
sudah dijamin Allah masuk surga. Seluruh kesalahannya, kalaupun ada,
sudah diampuni Allah.
Dan, ia adalah makhluk yang paling mulia dimuka bumi. Lalu, mengapa ia masih merepotkan diri dengan ibadah sepanjang malam? "Bukankah lebih elok jika aku menjadi hamba yang bersyukur," jawab Rasulullah (HR Bukhari).
Demikianlah Rasulullah SAW mencontohkan, hakikat dari ibadah bukanlah sebatas pelunas utang atau pembersih diri dari dosa. Ibadah adalah luapan rasa syukur kepada Allah SWT.
Sungguh,
sangat banyak hal yang harus disyukuri seorang hamba. Nikmat tersebut
baru akan terasa nilainya ketika Allah SWT telah mencabutnya. Jadi,
sebelum Allah mencabut nikmat itu, syukurilah keberadaannya.
"Dan,
jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tak dapat
menghitungnya (karena banyaknya). Sesungguhnya, Allah benar-benar Maha
Penyayang." (QS an-Nahl [16] : 18).
Ketika seorang hamba
sudah mengetahui hakikat ibadahnya sebagai bentuk syukur, saat itulah
ibadah bisa menjadi perisainya. Seorang yang menunaikan kewajibannya dan
juga menambahnya dengan ibadah-ibadah sunah akan bermuara pada
kecintaan Allah. Ketika ia sudah mendapatkan cinta Allah, seluruh
aktivitas yang ia jalani di muka bumi adalah restu dan rida dari Allah
SWT.
Sebagaimana Firman Allah dalam hadis qudsi: "Tidaklah
seorang hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan sesuatu yang lebih
Aku senangi daripada melaksanakan apa yang Aku fardukan atasnya. Dan,
tidak pula hamba-Ku senantiasa mendekatkan diri dengan melakukan
amalan-amalan sunah, sehingga Aku mencitainya. Dan, bila Aku
mencintainya, menjadilah Aku telinganya yang ia gunakan untuk mendengar,
matanya yang ia gunakan untuk melihat, tangannya yang dengannya ia
memegang, dan kakinya yang dengannya ia berjalan. Apabila ia bermohon
kepada-Ku maka pasti Ku kabulkan permohonannya, apabila ia meminta
perlindungan-Ku maka pasti ia Ku lindungi. (HR Bukari Muslim).
Mereka
yang mendapatkan cinta Allah tersebut juga diistilahkan dengan wali
Allah. Tak mudah untuk mengetahui siapa wali Allah tersebut. Tetapi,
yang jelas wali Allah adalah ahli ibadah yang menunaikan ibadah sebagai
bentuk rasa syukur mereka.
Berhati-hatilah berurusan dengan para
wali Allah. Seperti dinyatakan dalam kelanjutan hadis di atas, “Siapa
yang memusuhi wali-Ku (orang yang dicintai Allah) maka sesungguhnya Aku
telah menyatakan perang dengannya." Hakikat dari ibadah adalah ungkapan rasa syukur seorang hamba.
Ibadah Bukan Kebutuhan, Tapi Ungkapan Rasa Syukur
gaya hidup
,
Hikmah
,
Khazanah
,
Taujihat
Blogger Comment
Facebook Comment